Minggu, 25 Maret 2018

Kumpulan Fungsi Tombol Keyboard Leptop/Komputer

Kenali Fungsi Tombol pada Keyboard Leptop/Komputer Yang kalian gunakan...!!!



Hi... Guys...
Apa Kabar...?
Dalam kesempatan kali ini saya akan berbagi informasi mengenai fungsi keyboard yang ada pada leptop atau kamputer anda. Berikut fungsi-fungsi tersebut:


1. Alt (Menampilkan Alternatif Penekanan tombol yang tidak dikombinasikan dengan tombol lain)

2. ALT + A (Menampilkan the Action menu)

3. ALT + DELETE (Menampilkan Windows menu)

4. ALT + ENTER (Menampilkan kotak dialog Properties untuk item yang dipilih)

5. ALT + ESC (Mengganti tampilan program secara beruturan melalui item yang telah dibuka)

6. ALT + F (Menampilkan File menu pada program yang sedang dibuka)

7. ALT + F4 (Menutup item aktif, atau keluar dari program aktif)

8. ALT + HOME (Menampilkan menu dialog Start)

9. ALT + huruf digarisbawahi dalam nama menu (Lakukan perintah yang sesuai atau pilih opsi yang sesuai)

10. ALT + INSERT (Mengganti tampilan program-program yang terakhir digunakan)

11. ALT + O (Menampilkan menu Favorites)

12. ALT + PAGE DOWN (Beralih antara program dari kanan ke kiri)

13. ALT + PAGE UP (Beralih antara program dari kiri ke kanan)

14. ALT + PRINT SCRN + PINTER AKTIF (Mencetak Windows Aktif)

15. ALT + SPACEBAR (Menampilkan menu shortcut/ Sistem untuk jendela aktif)

16. ALT + TAB (Beralih antara program/ item yang terbuka)

17. ALT + tanda Minus [ - ] (Menampilkan menu jendela jendela konsol yang aktif)

18. ALT + V (Menampilkan menu View)

19. ARROW/ tombol Panah (Pilih sebuah tombol jika pilihan aktif adalah group tombol pilihan)

20. BACKSPACE (Melihat folder satu level ke atas di My Computer atau Windows Explorer/ jika folder dipilih dalam Simpan Sebagai atau Buka kotak dialog, atau menghapus 1 karakter di sebelah kiri kursor pada text aktif)

21. CTRL + 1 (Single Spacing)

22. CTRL + 2 (Double Spacing)

23. CTRL + 5 (1,5 lines)

24. CTRL + A (Pilih semua)

25. CTRL + ALT + BREAK (Beralih tampilan komputer antara jendela dan layar penuh)

26. CTRL + ALT + Minus sign [ - ] (Membuat snapshot dari jendela aktif pada clipboard server Terminal dan menyediakan fungsi yang sama dengan menekan PRINT SCREEN pada komputer lokal)

27. CTRL + ALT + Plus sign (+) (Membuat snapshot dari seluruh area jendela klien pada clipboard server Terminal dan menyediakan fungsi yang sama dengan menekan ALT + PRINT SCREEN pada komputer lokal)

28. CTRL + B (Membuka kotak dialog Atur Favorit/ Bold)

29. CTRL + C (Copy)

30. CTRL + D (Font)

31. CTRL + DOWN ARROW (Memindahkan titik penyisipan / kursor ke awal paragraf berikutnya)

32. CTRL + E (Open the select bar/ Center Alignment)

33. CTRL + END (Pindah ke karakter terakhir/ Menampilkan menu Start)

34. CTRL + F (menampilkan kotak dialog “find”/ “search” untuk mencari suatu data/ kata)

35. CTRL + F10 (Memaksimalkan jendela konsol yang aktif)

36. CTRL + F4 (Menutup dokumen aktif dalam program-program yang memungkinkan untuk memiliki beberapa dokumen yang terbuka secara bersamaan/ ketika hanya ada satu jendela aktif, jalan pintas ini akan menutup konsol)

37. CTRL + F5 (Memulihkan jendela konsol yang aktif)

38. CTRL + G (Mengaktifkan menu ‘Go To’ untuk menuju ke page tertentu)

39. CTRL + H (Membuka kotak dialog History bar/ membuka kota replace)

40. CTRL + HOME (Pindah ke karakter pertama)

41. CTRL + I (Italic)

42. CTRL + I (Membuka Favorites bar)

43. CTRL + J (Justify Alignment)

44. CTRL + K (Insert Hyperlink)

45. CTRL + L (Buka kotak dialog Open/ Left Alignment)

46. CTRL + LEFT ARROW (Memindahkan titik penyisipan (kursor) ke awal kata sebelumnya)

47. CTRL + Left Arrow (Memindahkan titik penyisipan ke awal kata sebelumnya

48. CTRL + M (Incrase Indent)

49. CTRL + N (New/ Buka konsol baru/ Start contoh lain dari browser dengan alamat Web yang sama)

50. CTRL + O (Membuka kotak dialog baru/ membuka file baru)

51. CTRL + P (Mencetak halaman aktif atau aktif pane)

52. CTRL + Q (Normal Style)

53. CTRL + R (Memperbarui halaman Web ini/ Right Alignment)

54. CTRL + RIGHT ARROW (Memindahkan titik penyisipan/ kursor ke awal kata berikutnya)

55. CTRL + S (Menyimpan halaman yang terbuka)

56. CTRL + SHIFT + TAB (Bergerak mundur melalui tab)

57. CTRL + SHIFT dengan salah satu ARROW KEY (Sorot blok teks)

58. CTRL + SHIFT sambil menyeret item (Buat cara pintas ke item yang dipilih)

59. CTRL + T (Hanging Indent)

60. CTRL + U (Underline)

61. CTRL + UP ARROW (Memindahkan titik penyisipan/ kursor ke awal paragraf sebelumnya)

62. CTRL + V (Mempaste/ menempel bagian yang telah di-copy atau di-cut)

63. CTRL + W (Menutup jendela aktif)

64. CTRL + Windows Logo + F (Mencari for komputer)

65. CTRL + X (Cut/ potong file/ bagian yang dipilih)

66. CTRL + Y (Redo/ kembali ke perintah selanjutnya yang telah terhapus)

67. CTRL + Z (Undo/ kembali pada perintah sebelumnya)

68. CTRL sambil menyeret /men-drag sebuah item (Menyalin item yang dipilih)

69. CTRL+ALT+END (Membuka kotak dialog microsof Windows NT Security)

70. DELETE (Hapus/ Menghapus 1 karakter di sebelah kanan kursor)

71. DOWN (Memindahkan kursor 1 baris ke bawah)

72. END (Menampilkan bagian bawah jendela aktif/ Pindahkan posisi kursor ke akhir baris)

73. ENTER (Lakukan perintah untuk opsi atau tombol aktif/ mengakhiri suatu paragraf)

74. ESC (Membatalkan dialog / perintah sekarang)

75. F1 (Menjalankan fungsi pertolongan yang disediakan pada Word

76. F10 (Mengaktifkan Menu)

77. F11 (Memasukkan field berikutnya / Mail Merge/ penggabungan surat)

78. F12 (Mengaktifkan dialog Save As / simpan sebagai)

79. F2 (Mengubah nama suatu file/ folder dipilih)

80. F3 (Menjalankan perintah AutoText)

81. F4 (Mengulangi perintah sebelumnya)

82. F5 (Menjalankan perintah Find and Replace atau Go to/ Memperbarui jendela aktif atau merefresh)

83. F6 (Menjalankan Perintah Other Pane)

84. F7 (Memeriksa kesalahan ketik dan ejaan teks/ spelling)

85. F8 (Awal perintah penyorotan/ pemilihan teks atau objek)

86. F9 (Mengupdate Field/ Mail Merge)

87. HOME (Menampilkan bagian atas jendela aktif/ Memindahkan posisi kursor ke awal baris)

88. Insert (Menyisip karakter di posisi kursor)

89. Left (Memindahkan kursor 1 karakter ke kiri)

90. LEFT ALT + LEFT SHIFT + NUM LOCK (Mengaktifkan Mouse Tombols on atau off)

91. LEFT ALT + LEFT SHIFT + PRINT SCREEN (Beralih High Contrast on atau off)

92. LEFT ARROW (Buka menu sebelah kiri, atau menutup submenu)

93. LEFT ARROW (Collapse pilihan saat ini jika diperluas, atau pilih folder utama)

94. LEFT ARROW (Pindah ke kiri atau ke akhir baris sebelumnya)

95. Logo Windows + BREAK (Menampilkan kotak dialog System Properties)

96. Logo Windows + D (Menampilkan desktop)

97. Logo Windows + E (Membuka My Computer)

98. Logo Windows + F (Mencari file atau folder)

99. Logo Windows + F1 (Menampilkan kotak Windows Help)

100. Logo Windows + L (Mengunci keyboard)

101. Logo Windows + M (Meminimalkan semua jendela)

102. Logo Windows + R (Membuka kotak dialog Run)

103. Logo Windows + SHIFT + M (Memulihkan jendela yang diminimalkan)

104. Logo Windows + U (Membuka Utility Manager)

105. NUM LOCK + Asterisk sign [* ] (Menampilkan semua subfolder yang berada di bawah folder yang dipilih)

106. NUM LOCK + Minus sign [ - ] (Collapse folder yang dipilih)

107. NUM LOCK + Plus sign [ + ] (Menampilkan isi dari folder yang dipilih)

108. Num Lock Off (Fungsi tombol navigasi aktif)

109. Num Lock On (Fungsi pengetikan angka-angka dan operator matematik aktif

110. NUM LOCK selama lima detik (Mengaktifkan ToggleTombols on atau off)

111. Page Down (Menggulung layar ke bawah

112. Page Up (Menggulung layar ke atas)

113. PAGE UP (Pindah ke atas satu layar pada satu waktu)

114. PRIN SCRN + printer aktif (Mencetak snapshot/ jendela keseluruhan)

115. RIGHT ARROW (Menampilkan pilihan saat ini, atau pilih subfolder pertama/ Pindah ke kanan atau ke awal baris berikutnya)

116. Right SHIFT selama delapan detik (Beralih Filter Tombols on atau off)

117. Shift + Delete (Menghapus item yang dipilih secara permanen tanpa menempatkan item am Recycle Bin)

118. SHIFT + F10 (Menampilkan menu shortcut untuk item yang dipilih/ Membuka menu pintas)

119. SHIFT + F3 (3x) (Semua huruf kecil)

120. SHIFT + F3 [1x] (Huruf depan Kapital)

121. SHIFT + F3 [2x] (Semua Huruf kapital/besar)

122. SHIFT + TAB (Bergerak mundur melalui pilihan)

123. Shift + Tab (Bergerak mundur melalui pilihan)

124. SHIFT dengan salah satu ARROW KEY (Pilih lebih dari satu item dalam sebuah jendela atau pada desktop/ pilih teks dalam dokumen)

125. SHIFT ketika memasukkan CD-ROM ke dalam CD-ROM (Mencegah CD-ROM secara otomatis bermain/ autoplay)

126. SHIFT lima kali (Mengaktifkan Sticky Tombols on atau off)

127. Shortcut (Mengaktifkan shortcut pada posisi kursor

128. SPACEBAR (Pilih atau menghapus kotak centang jika pilihan yang aktif adalah check box)

129. TAB (Memindahkan teks sesuai dengan tanda tab yang ada pada ruler horizontal)

130. Tombol F1 (Membuka topik Bantuan, jika ada, untuk item yang dipilih)

131. Windows Logo (Menampilkan atau menyembunyikan menu Start)


Demikian info yang saya share kali ini...
Semoga bermanfaat...
Thanks

Sabtu, 09 Februari 2013

Tumbuhan Hiperakumulator Merkuri


REMEDIASI TANAH TERCEMAR MERKURI (Hg) MENGGUNAKAN TUMBUHAN HIPERAKUMULATOR







Oleh

AMRULLAH FIQRI







FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012



RINGKASAN

Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB merupakan daerah penambangan emas rakyat skala kecil yang lebih dikenal dengan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Maraknya aktivitas PETI mengakibatkan terjadinya pencemaran. Pencemaran tersebut berupa merkuri (Hg) yang berasal dari limbah (tailing) yang dihasilkan dari hasil pengolahan emas melalui proses amalgamasi (gelondong) dan sianidasi (tong).
Hasil penelitian Anderson dkk, (2011) menyatakan bahwa konsentrasi total Hg pada limbah yang berasal dari proses amalgamasi dan sianidasi tersebut sebesar 741 – 7874 mg/kg. Environment Agency (2009) menyatakan bahwa ambang batas total Hg di dalam tanah yaitu sebesar 26 mg/kg. Lebih lanjut, Wang et al. (2011) menyatakan bahwa merkuri di dalam tanah terdapat secara alami berkisar 0,01 – 0,2 mg/kg, namun pada tanah-tanah pertanian di Cina tidak lebih dari 1,5 mg/kg.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan pencemaran merkuri tersebut adalah dengan menerapkan teknologi remediasi tanah baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis. Taknologi remediasi tanah secara fisik dan kimiawi dirasa tidak efektif karena membutuhkan biaya yang sangat tinggi, sehingga Maas (2005) menyarankan untuk menggunakan teknologi remediasi tanah secara biologis (fitoremediasi).
Fitoremediasi merupakan salah satu upaya penyehatan tanah tercemar dengan menggunakan tanaman, dalam hal ini menggunakan tumbuhan hiperakumulator, yaitu tumbuhan yang mampu mentranslokasikan unsur-unsur logam tertentu dengan konsentrasi sangat tinggi ke pucuk tumbuhan dan tidak membuat tumbuhan tumbuh dengan tidak normal (Aiyen, 2006). Akan tetapi kemampuan beberapa spesies tumbuhan hiperakumulator dalam menyerap logam berat belum diketahui secara pasti.
 Mencermati hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk memilih spesies tumbuhan hiperakumulator yang paling efektif sebagai tanaman hiperakumulator merkuri. Tanaman hiperakumulator yang dikenal mampu menyerap merkuri (Hg) tinggi ialah diantaranya : Lindernia crustacea (L.) F.M., Digitaria radicosa Presl. Miq., Zingiber  purpurium, Paspalum conjugatum Berg., Cyperus kyllingia Endl. dan Caladium bicolor Vent. (Moreno et al., 2005).
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilakukan melalui serangkaian kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok penelitian, yaitu amalgamasi dan sianidasi. Masing-masing kelompok terdiri atas 2 faktor, yaitu faktor spesies tanaman dan faktor perlakuan pemupukan nitrogen. Faktor tanaman terdiri atas 6 aras, sedangkan faktor pemupukan nitrogen terdiri dari 2 aras, sehingga terdapat 12 perlakuan dalam satu kelompok, yang masing-masing diulang sebanyak tiga kali. Kedua faktor tersebut dirancang menggunakan percobaan perlakuan faktorial (Factorial Experiment), yang disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara 6 (enam) spesies tumbuhan yang diteliti, tanaman Paspalum conjugatum merupakan tanaman yang paling efektif sebagai tanaman hiperakumulator pada tanah tercemar merkuri (Hg). Pengaruh pemupukan nitrogen tidak meningkatkan produksi biomasa dan serapan merkuri tanaman hiperakumulator pada media tanam amalgamasi, sedangkan pada media tanam sianidasi meningkat dengan pemberian pupuk nitrogen.

Sabtu, 28 Juli 2012

Potensi Pencemaran Merkuri


Permisiiiii………
Numpang ngepost hanya sekedar mengawali apa yang telah lama tak terupdate.

Berikut ini saya akan sedikit menguraikan mengenai bahaya merkuri yang berpotensi mencemari lingkungan sekitar kita.

Sebagian besar merkuri yang digunakan dalam proses pengolahan emas akan hilang ke atmosfer dalam bentuk Hg (0), tetapi sekitar 20% berakhir di tanah, limbah dan batuan dari suatu proses operasi pertambangan (disebut tailing). Merkuri di atmosfer dapat turun kembali ke bumi melalui butir hujan (mengandung merkuri) yang melekat pada partikel debu. Di dalam tanah, Hg (0) dapat mengoksidasi untuk Hg (II) dan mengambil bagian dalam reaksi kimia tanah berubah menjadi metylmercury (CHHg3+) yang sangat beracun dengan bantuan sejumlah bakteri aerobic dan anaerobik. Tumbuhan, hewan dan ikan dapat terkontaminasi oleh metylmercury yang akan terakumulasi dalam rantai makanan. Metylmercury sangat beracun bagi hewan dan ikan karena dapat dengan mudah melewati penghalang darah-otak, menyebabkan cedera pada otak kecil. Metylmercury juga dapat memasuki plasenta dan mempengaruhi pertumbuhan janin tanpa menunjukkan tanda-tanda penyakit pada si ibu.

Nah demikian dulu informasi yang saya bisa berikan, tunggu update mengenai hal selanjutnya ya…
Thanks for reading…

Sabtu, 20 Agustus 2011

PEMBUATAN KOMPOS DAN PERMASALAHANNYA


I.       PENDAHULUAN


Pengomposan didefinisikan sebagai suatu proses dekomposisi (penguraian) secara biologis dari senyawa-senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu tertentu. Pengomposan merupakan salah satu metoda pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat berguna bagi kesuburan tanah atau tanah penutup bagi landfill .

II.   KEUNTUNGAN PENGOMPOSAN


Pengomposan dengan sampah perkotaan sebagai bahan baku mempunyai banyak keuntungan dan dapat diuraikan sebagai berikut :

A.   Membantu meringankan beban pengelolaan sampah perkotaan.
Komposisi sampah di Indonesia sebagian besar terdiri atas sampah organik, sekitar 50% sampai 60% dapat dikomposkan. Apabila hal ini dapat direalisasikan sudah tentu dapat membantu dalam pengelolaan sampah di perkotaan, yaitu :

1.    Memperpanjang umur tempat pembuangan akhir (TPA), karena semakin banyak sampah yang dapat dikomposkan, semakin sedikit sampah yang dikelola.
2.      Meningkatkan efisiensi biaya pengangkutan sampah, disebabkan jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin berkurang.
3.      Meningkatkan kondisi sanitasi di perkotaan.
            Semakin banyak sampah yang dibuat kompos, diharapkan semakin sedikit pula   masalah kesehatan lingkungan masyarakat yang timbul.



            Dalam proses pengomposan, panas yang dihasilkan dapat mencapai 600C,           sehingga kondisi ini dapat memusnahkan mikroorganisme patogen yang          terdapat dalam masa sampah.

  1. Dari segi sosial kemasyarakatan, pengomposan dapat meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah kota dan meningkatkan pendapatan keluarga.

  1. Pengomposan berpotensi mengurangi pencemaran lingkungan perkotaan, karena jumlah sampah yang dibakar atau dibuang ke sungai menjadi berkurang. Selain itu aplikasi kompos pada lahan pertanian berarti mencegah pencemaran karena berkurangnya kebutuhan pemakaian pupuk buatan dan obat-obatan yang berlebihan.

  1. Membantu melestarikan sumber daya alam. Pemakaian kompos pada perkebunan akan meningkatkan kemampuan lahan kebun dalam menahan air, sehingga lebih menghemat kandungan air. Selain itu pemakaian humus sebagai media tanaman dapat digantikan oleh kompos, sehingga eksploatasi humus hutan dapat dicegah.

  1. Pengomposan juga berarti menghasilkan sumberdaya baru dari sampah, yaitu kompos, yang kaya akan unsur hara mikro.

Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang baik bagi negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik, terutama bagi negara-negara dengan iklim arid dan mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur. Selanjutnya WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan sukses, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut:

1.    Jenis sampah sesuai untuk pengomposan;
2.    Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota;
3.    Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian;

4.    Harga kompos terjangkau oleh petani.



III.    PRINSIP-PRINSIP BIOLOGIS


Pada dasarnya proses pengomposan adalah suatu proses biologis. Hal ini berarti bahwa peran mikroorganisme pengurai sangat besar. Menurut Tchobanoglous et al. (1993) dan Polprasert (1989), prinsip-prinsip proses biologis yang terjadi pada proses pengomposan meliputi 1) kebutuhan nutrisi untuk mikroorganisme; 2) jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan; 3) kondisi lingkungan ideal; dan d) fase transformasi biokimia.

  1. Kebutuhan Nutrisi
Untuk perkembangbiakan dan pertumbuhannya, mikroorganisme memerlukan sumber energi, yaitu karbon untuk proses sintesa jaringan baru dan elemen-elemen anorganik seperti nitrogen, fosfor, kapur, belerang dan magnesium sebagai bahan makanan untuk membentuk sel-sel tubuhnya. Selain itu, untuk memacu pertumbuhannya, mikroorganisme juga memerlukan nutrien organik yang tidak dapat disintesa dari sumber-sumber karbon lain. Nutrien organik tersebut antara lain asam amino, purin/pirimidin, dan vitamin.

B.   Mikroorganisme
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan kepada struktur dan fungsi sel, yaitu:

1.    Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes bersel tunggal, antara lain : ganggang, jamur, protozoa.
2.    Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri.

Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti cacing tanah, kutu juga berperan dalam pengurai sampah.

Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan, mikroorganisme pengurai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a.    Kelompok I (Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan organik dalam sampah, yaitu : jamur, bakteri, actinomycetes.
b.    Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
c.    Kelompok III (Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad kelompok I dan Kelompok II.

C.   Kondisi Lingkungan Ideal

Efektivitas proses pembuatan kompos sangat tergantung kepada mikroorganisme pengurai. Apabila mereka hidup dalam lingkungan yang ideal, maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Kondisi lingkungan yang ideal mencakup :

1.    Keseimbangan nutrien ( C / N ratio );
2.    Kelembaban;
3.    Derajat keasaman;
4.    Suhu;
5.    Ukuran partikel; dan
6.    Homogenitas campuran.
1.    Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N).

Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan.

Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses  pengomposan   yang  optimum  berkisar  antara  20 : 1  sampai  dengan 40 : 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.

2.    Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah  mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut.

Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :
§   pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.

§   pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad renik.

3.    Suhu (Temperatur)

Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperatur dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara 25 – 45°C akan  terjadi dan segera diikuti oleh temperatur termofilik antara 50 - 65°C. Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk a) mematikan bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun bibit vektor penyakit seperti lalat; b) mematikan bibit gulma. Tabel 1 menunjukkan suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan beberapa organisme patogen dan parasit. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur akan menurun mendekati tingkat ambien.






Tabel 3.1. Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan Untuk Mematikan Organisme Patogen

No

Organisme Patogen

Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan
Suhu (°C)
Waktu (menit)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11

12
13
14

Salmonella typhosa
Salmonella sp.
Shigella sp.
Escerichia coli
Entamoeba hystolitica
Taenia saginata
Trichinella spiralis sp.
Brucella abortus
Micrococcus pyogenes var aureus
Srteptococcus pyogenes
Mycobacterium tubercolosis varhominis
Corynebacterium diphtheriae
Necator americanus
Ascaris lumbricoides (telur)
55-60
60
55
60
55
55
60
45
55
55
62-63
55
50
54
66
67
55
45
50
30
20
60
15-20
60
60
15-20
beberapa menit
beberapa detik
beberapa saat
3
60
10
10
15-20
Sesaat setelah pemanasan
45
50
< 1

4.    Ukuran Partikel Sampah

Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.

5.    Kelembaban Udara

Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40 – 60 % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum  harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada.

6.    Homogenitas Campuran Sampah

Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara seragam.

D.   TRANSFORMASI BIOKIMIA


Berdasarkan atas kebutuhan oksigen, transformasi biokimia proses pengomposan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1.    Transformasi Aerobik

Transformasi aerobik pada proses pengomposan dapat digambarkan dalam persamaan reaksi sebagai berikut :

CHON + O2 + Nutrien ® Sel – Sel Baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4-2 + Panas +  Kompos
 
 



Pada prinsipnya hasil akhir proses ini adalah sel-sel baru, CO2, air, amoniak, sulfat dan senyawa organik baru bersifat stabil yang dinamakan kompos. Kompos biasanya mengandung unsur lignin yang sukar terurai dalam jangka waktu singkat.

2.    Transformasi Anaerobik ( Anaerobic Digestion )


CHON + O2 + Nutrien ® Sel – Sel Baru + CO2 + CH4 + NH3 + H2S + Panas +  Kompos
 
Proses penguraian senyawa organik yang berasal dari sampah dapat berlangsung dalam kondisi anaerobik menjadi gas-gas yang mengandung karbon dioksida dan metan. Perubahan tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan reaksi sebagai berikut :


Pada prinsipnya produk akhir yang dihasilkan adalah karbondioksida, gas methan, amoniak, hidrogen sulfida dan kompos. Karbondioksida dan methan yang dihasilkan biasanya mencapai 99% dari total gas yang diproduksi.

IV.   TEKNOLOGI PEMBUATAN KOMPOS


Berdasarkan ada tidaknya asupan udara, pembuatan kompos dapat dibedakan menjadi pengomposan secara aerobik dan pengomposan anaerobik yang lazim disebut digesti anaerobik. Pada pengomposan aerobik, adanya udara dapat mempercepat proses pembusukan oleh mikroorganisme aerobik, proses berlangsung cepat dan tidak menimbulkan bau. Sebaliknya oksigen tidak diperlukan dalam pengomposan anaerobik, proses berlangsung lama, biasanya menimbulkan bau dan akhir yang terpenting adalah gas methan sebagai sumber energi baru.

A.   Berdasarkan Kebutuhan Oksigen
1.    Pengomposan Aerobik
§  Pengomposan Sistem Windrow
Merupakan metode yang paling sederhana dan sudah sejak lama dilakukan. Untuk mendapatkan aerasi dan pencampuran, biasanya tumpukan sampah tersebut dibalik (diaduk). Hal ini juga dapat menghambat bau yang mungkin timbul. Pembalikan dapat dilakukan baik secara mekanis maupun manual. Sistim windrow seperti ini sudah berkembang di Indonesia untuk skala kecil, disebut dengan sistim UDPK.

§  Aerated Static Pile Composting
Udara disuntikkan melalui pipa statis ke dalam tumpukan sampah. Untuk mencegah bau yang timbul, pipa dilengkapi dengan exhaust fan. Setiap tumpukan biasanya menggunakan blower untuk memantau udara yang masuk.

§  In-veseel Composting System
Sistim pengomposan dilakukan di dalam kontainer/tangki tertutup. Proses ini berlangsung secara mekanik, untuk mencegah bau disuntikkan udara, pemantauan suhu dan konsentrasi oksigen.

§  Vermicomposting
Merupakan langkah pengembangan pengomposan secara aerobik dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai perombak utama atau dekomposer, inokulasi cacing tanah dilakukan pada saat kondisi material organik sudah siap menjadi media tumbuh (kompos setengah matang). Dikenal 4 (empat) marga cacing tanah yang sudah dibudidayakan, yaitu Eisenia, Lumbricus, Perethima dan Peryonix (Yayasan Kirai Indonesia, 1996: 2)

§   Effective Microorganisms (EM)
EM merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman. EM dapat memfermentasikan bahan organik dan memanfaatkan gas serta panas dari proses pembusukan sebagai sumber energi. Manfaat yang dapat diambil dalam teknologi EM pada pengolahan sampah kota adalah berkurangnya bau busuk dan panas yang keluar dari tumpukan sampah, berkurangnya lalat dan hama lain di tempat pembuangan sampah, gundukan sampah cepat menurun sehingga daya tampung sampah dalam lubang penampungan dapat ditingkatkan lebih dari 30%, dan masalah-masalah lingkungan serta kesehatan pekerja. Selain itu sampah dapat dijadikan kompos dalam jangka waktu hanya 2 minggu. (Wididana, 1998: 5).

2.    Pengomposan Anaerobik

Proses ini disebut juga dengan proses digesti anaerobik yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

§  Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Rendah
Konsentrasi kepadatan antara 4-8%, menggunakan bahan baku sampah domestik, kotoran manusia dan hewan. Proses ini menghasilkan gas methan dan direncanakan untuk skala besar.

§  Digesti Anaerobik dengan Tingkat Kepadatan Tinggi
Konsentrasi kepadatan mencapai 22%. Keuntungan utama dari proses ini ialah bahwa air yang dibutuhkan jauh sedikit dari digesti anaerobik dengan tingkat kepadatan rendah.

Mengingat mahalnya biaya maka kedua proses di atas tidak direkomendasikan sebagai upaya daur-ulang energi dari sampah domestik tetapi dapat lebih baik diterapkan untuk penanganan sampah pertanian dan peternakan.

Sistim pengubah sampah domestik menjadi energi, yaitu gas methan merupakan salah satu alternatif reduksi sampah yang menghasilkan sumber daya baru. Menurut Ridlo (1998: E-30), waktu tinggal sampah organik sekitar 30 hari di dalam reaktor. Biogas yang dihasilkan oleh reaktor didominasi oleh gas methan ± 55-60 % dan sisanya CO2. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak dan penerangan. Selain menghasilkan biogas, reaktor juga menghasilkan produk samping berupa padatan dan cairan yang memiliki kualitas seperti pupuk.

B.   Berdasarkan Lokasi Pembuatan Kompos
1.     Sistem Setempat (On-site System)
Merupakan pembuatan kompos yang mengambil tempat di sumber sampah, misalnya di halaman rumah, di pasar, dan lain-lain. Sebagai contoh adalah pengomposan dengan menggunakan komposter skala rumah tangga, berbentuk bin/tong yang berukuran 100 - 250 liter, ditanam di tanah ( ± 10 cm dari permukaan tanah ) atau dapat pula yang dapat diputar, proses berlangsung secara anaerobik. Sampah dapur sebagai bahan baku dapat dikombinasikan dengan sampah kebun seperti rumput, daun-daunan, dsb. Kompos dapat dihasilkan dalam jangka waktu 1 bulan untuk komposter aerobik dan 6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk komposter anaerobik.

2.     Sistem Terpusat (On-site System)
Pembuatan kompos dipusatkan di suatu lokasi yang memiliki jarak dengan sumber sampah. Sebagai contoh adalah pengomposan dengan metode UDPK (Usaha Daur-Ulang dan Produksi Kompos).

V.    PERMASALAHAN PEMBUATAN KOMPOS


Pengomposan dengan menggunakan bahan baku sampah organik domestik dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kendala. Permasalahan yang muncul meliputi 1) dampak terhadap kualitas lingkungan; 2) masalah pemasaran; 3) pembiayaan; 4) teknis operasional dan 5) aplikasi secara tepat guna di negara berkembang.

A.   Dampak Terhadap Kualitas Lingkungan

Permasalahan yang mungkin muncul adalah masih terdapatnya organisme patogen/parasit, berkembangnya vektor penyakit dan masalah estetika.



1.    Organisme Patogen dan Parasit
Organisme patogen seperti virus, bakteria, protozoa, jamur yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuhan kemungkinan masih terkandung dalam di kompos yang disebabkan oleh masalah teknis, seperti tidak tercapainya suhu yang mematikan organisme tersebut. Permasalahan ini dapat dihindari dengan pengawasan mutu kompos pada setiap langkah produksinya, antara lain dengan pemantauan suhu setiap hari.

2.    Vektor Penyakit
Vektor penyakit yang sering terdapat pada proses pengomposan adalah lalat, tikus, dan kecoa. Lalat sering dijumpai pada bahan baku kompos, yaitu sampah domestik yang tidak segar (berumur lebih dari dua hari) sedangkan tikus dan kecoa sangat menyukai tumpukan kompos yang tidak segera dikemas atau dipasarkan serta tumpukan residu yang tidak segera diangkut ke TPA. Pemasokan bahan baku dan pengangkutan residu yang teratur dan tepat waktu serta pemeliharaan sarana/prasarana pengomposan yang memadai dapat menghindari gangguan vektor penyakit.

3.    Estetika
Bau dan kenampakan fisik yang kurang baik dari fasilitas pengomposan merupakan masalah estetika yang sering muncul, sehingga menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar fasilitas tersebut. Bau disebabkan oleh 1) kondisi anaerobik yang terjadi akibat pengoperasian pengomposan tidak sesuai dengan prosedur, seperti kurangnya asupan oksigen (pekerja kurang rajin membalik tumpukan pada pengomposan dengan sistem Windrow); 2) bahan baku kompos tidak segar sehingga sebelum diolah, sampah tersebut sudah mengalami pembusukan. Kenampakan visual fasilitas pengomposan yang kurang baik, disebabkan pemeliharaan terhadap fasilitas tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga menimbulkan kesan kotor. Hal ini dapat diantisipasi dengan pengendalian dan pemeliharaan fasilitas dengan lingkungan luar antara lain dengan mendirikan tembok atau pagar tanaman.

4.    Logam Berat
Salah satu masalah penting adalah kemungkinan kontaminasi logam berat dalam kompos yang diproduksi. Hal ini terjadi bila pemilahan tidak dilaksanakan sebelumnya sehingga bahan baku masih tercampur dengan sampah yang mengandung logam berat. Aktivitas pemilahan sampah sebelum pengomposan dilaksanakan sangat penting untuk dilakukan dan lebih baik lagi bila pemilahan telah dilakukan di sumber sampah.

B. Masalah Pemasaran

Masalah pemasaran kompos muncul disebabkan sebelum perencanaan fasilitas pengomposan tidak dilakukan studi tentang situasi pasar terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengetahui situasi pasar adalah kebutuhan akan aplikasi kompos; jarak tempuh antara produsen kompos dengan calon pelanggan dan informasi tentang pangsa pasar. Masalah pemasaran pupuk kimia membuat suatu anti propaganda melawan aplikasi kompos yang berasal dari sampah domestik. Sulitnya pemasaran kompos, menyebabkan biaya operasi dan pemeliharaan menjadi kendala yang sangat penting.



C. Masalah Pembiayaan

Dalam perencanaan suatu instalasi pengomposan di negara berkembang biasanya terbentur pada masalah pembiayaan terutama bagi instalasi skala besar yang banyak menggunakan peralatan mekanis. Bagi negara berkembang instalasi pengomposan yang murah dan tepat guna sangat baik untuk diaplikasikan, lebih baik lagi bila instalasi tersebut masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota. Masalah pemasaran kompos muncul disebabkan sebelum perencanaan fasilitas pengomposan tidak dilakukan studi tentang situasi pasar terlebih dahulu. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengetahui situasi pasar adalah kebutuhan akan aplikasi kompos; jarak tempuh antara produsen kompos dengan calon pelanggan dan informasi tentang pangsa pasar. Masalah pemasaran pupuk kimia membuat suatu anti propaganda melawan aplikasi kompos yang berasal dari sampah domestik. Sulitnya pemasaran kompos, menyebabkan biaya operasi dan pemeliharaan menjadi kendala yang sangat penting. Biaya investasi awal diperlukan sebesar  Rp. 11,6 juta untuk instalasi skala kecil (luas lahan 450 m2) dengan modal kerja Rp. 1,2 juta setiap bulan (CPIS, 1992: 6-14) untuk melayani 14 m3 sampah setiap hari. Pada tahun 1998, estimasi biaya meningkat menjadi Rp. 45 juta untuk biaya investasi dan modal kerja  Rp. 3 juta setiap bulan.

D.   Masalah Perencanaan dan Teknis Operasional

Kesalahan yang paling umum terjadi dalam pendirian suatu instalasi pengomposan adalah akibat perencanaan yang salah, yaitu antara lain mencakup kesalahan dalam melihat dan mengkaji situasi pasar, kesalahan dalam menentukan lokasi instalasi pengomposan juga penerimaan masyarakat terhadap keberadaan instalasi tersebut.


























DAFTAR PUSTAKA